Senin, 25 Februari 2019

Mulih marang Welas Asih

MULIH MARANG WELAS ASIH

• Simpul Maiyah Rembang: SENDHON WATON | Mulih marang Welas Asih | Bersama: KH. M. Nawawi Kholil Suyuthi, Ki Sigid Ariyanto, Pak Uthik, Naf’an Fuadi, Hamzah Iklil | 24 Februari 2019, 20:00 WIB | Sanggar Seni Cakraningrat, Tawangsari, Kelurahan Leteh, 07/03, Rembang
 ______________________________________________________
Muqadimah ; Dzul Fahmi
Bahwasanya sifat welas asih sesungguhnya hanya dimiliki oleh Allah sebanyak 100, yang 1 dibagi untuk seluruh alam, di antaranya manusia, hewan, tumbuhan, bahkan benda mati sekalipun.

Sambutan Shohibul Bait ; Ki Sigid Ariyanto
Pemilihan waktu rutinitas selapanan Simpul Maiyah Sendhon Waton yakni setiap malam senin legi adalah karena mengambil hari kelahiran Raden Said Sunan Kalijaga, yang notabene sebagai Departemen Seni Budaya Wali Songo, sekaligus senior para dalang jawa, diharapkan membawa berkah atas karomah Sunan Kalijaga.

______________________________________________________
Nara sumber yang pertama ; Ust. Hamzah Iklil
Pemuda lulusan Negeri Yaman ini membuka uraian dengan menanyakan tema “Mulih marang Welas Asih”, tersirat pertanyaan yang berbunyi, kok “Mulih”, berarti bar lunga/kluyuran teka endi?”, nah inilah yang menarik untuk kita kupas bersama-sama.
الرحيمون يرحمهم الرحمن
Semua orang yang mengasihi bakal dikasihsayangi oleh sang maha pengasih. Kalau mau mempelajari Al-Qur’an secara utuh, maka tidak mungkin ada ujaran kebencian di muka bumi ini, utamanya di bumi tanah air Indonesia. Sederhana saja, mulai dari membantu dan menolong orang-orang terdekat sampai dengan tidak berghibah saat sedang berkumpul dengan orang lain.
Manusia itu memiliki sifat suka bertengkar, tapi walau begitu Allah tetap menganugerahi sifat welas asih bagi sesama. Saat hendak menegur seseorang atas kesalahannya, hendaknya dengan cara yang baik, menegur secara interpersonal, bukan di depan orang banyak yang bisa membuat sakit hati orang bersangkutan. Inilah termasuk di antara sifat welas asih.
Kekerasan masa kini jauh berbeda dengan jaman dulu, dalam tatanan pendidikan kuno, utamanya di dunia pesantren, sebab kekerasan yg dilakukan oleh seorg guru/kiyai didasari oleh rasa kasih sayang, sehingga ada rasa ikhlas yg tumbuh di hati setiap murid/santri.

______________________________________________________
Nara sumber yang kedua ; Pak Uthik
Berbekal pengalaman hidup di penjara selama 4 bulan, seniman ketoprak ini mempunyai keyakinan, penjara bukanlah akhir dari segalanya, namun justru awal untuk mendapatkan yang sesungguhnya. Pedoman ini dibuktikan dengan berhijrahnya beliau dari segala macam kemaksiatan menuju jalan yang terang, yang tadinya Islam umat-umatan sekarang telah menjadi Umat Islam yg kaffah, yakni sudah mulai mengerjakan sholat lima waktu.
Menurut beliau, untuk mendapatkan kesuksesan hidup, memang harus ada modalnya, dan modalnya memang benar seperti halnya kebanyakan orang, yaitu DUIT. Namun, menurut seniman yang mengaku memiliki sebuah sanggar ketoprak di Kabupaten Pati ini, DUIT yang dimaksud adalah Doa, Usaha, Iman, dan Taqwa. Bagi Pak Uthik, akses paling baik bagi manusia untuk menuju pada sang pencipta, cukup hanya dengan mengakses nomor 42443, yaitu simbol nomor yang diambil dari jumlah sholat lima waktu, yakni 4 rokaat sholat isya, 2 rokaat sholat shubuh, 4 rokaat sholat dluhur, 4 rokaat sholat ashar, dan 3 rokaat sholat maghrib.

______________________________________________________
Nara sumber yang ketiga ; KH. M. Nawawi Kholil Suyuthi
Mbah Wie, begitulah orang menyebutnya, mengaku mendapatkan banyak ilmu tarbiyah yang muncul dari kisah perjalanan hidup Pak Uthik, yang benar-benar “mulih marang welas asih” kembali kepada kasihsayangnya Allah.
خير الناس انفعهم للناس 
sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama, di posisi di mana saja ketika kita bermanfaat bagi sesama, maka kita menjadi manusia yang benar-benar berarti. Inilah sejatinya “mulih marang welas asih”
Tarbiyah dari Pak Uthik ini bagai kisah kholifah shohabat Umar bin Khoththob, sebab beliau pernah usai berdoa menangis lalu tertawa terbahak-bahak, menangis karena telah tega membunuh anaknya sendiri, dan tertawa karena pernah membuat berhala dari tepung yang disembah kemudian dimakan sendiri.
Seorang manusia harus memiliki sifat الخوف والرجاء. Artinya adalah manusia jelas tak mampu menghindari kemaksiyatan dalam hidupnya, oleh karenanya wajib memiliki rasa takut akan siksa Allah, sekaligus mengharapkan taubat dan ampunan Allah. Mulih welas asih itu takut terlebih dahulu atas segala keburukan kita untuk kemudian berpulang mengharap welas asihNya. Keduanya digerakkan dg hati, يا مقلّب القلوب، ثبّت قلبي علي دينك, Ya Dzat yang membolakbalikkan hati, tetapkanlah hatiku atas iman kepadaMu.
Hal demikian tidak terlepas dari Qodlo dan Qodar Allah kepada kita, sebab segala hal yang tidak masuk di akal pun bisa terjadi dan teralami bagi hidup kita karena memang sudah menjadi keputusan Allah.
Ciri khas dari Shohabat Umar bin Khoththob adalah perangai dan fisiknya yang menakutkan, bahkan diriwayatkan setan pun tak berani mendekati beliau, surga sudah jaminan, namun tetap saja mau hidup sengsara demi membela Nabi Muhammad SAW dan menegakkan agama Allah. Hal ini lah yang mendasari kenapa para guru dan ulama bersikap keras terhadap murid-muridnya, karena didasari oleh rasa kasih sayang yang amat dalam, agar ilmu yang mereka dapat benar-benar terserap dan manfaat kelak di kemudian hari.

______________________________________________________
Nara sumber yang keempat ; Naf’an Fuadi
Kisah perjalanan hidup Pak Uthik menyimpulkan sebuah kata mutiara yang berbunyi “tidak berhenti belajar, namun belajar berhenti”, ini mengandung maksud untuk hal-hal yang bersifat kejelekan/kemaksiyatan.
Manusia setidaknya harus kuat kere “kuat hidup miskin”, yakni ketika diberi ujian secara duniawi, tidak kufur atas imannya, serta harus kuat sugih “kuat hidup kaya”, yakni ketika diberi ujian secara ukhrowi, tidak kemudian sombong dalam ibadahnya.

Silahkan klik di sini untuk menyaksikan tayangan live streamingnya


Mulih marang Welas Asih

MULIH MARANG WELAS ASIH • Simpul Maiyah Rembang: SENDHON WATON | Mulih marang Welas Asih | Bersama: KH. M. Nawawi Kholil Suyuthi, Ki Si...